Koleksi, Karakterisasi, dan Preservasi Mikroba Penyubur Tanah dan Perombak Bahan Organik
Rosmimik adalah juga Tenaga Ahli dan Co-Founder PT. ALPAN Ranah Subur
ABSTRAK
Penyimpanan isolat mikroba penyubur tanah umumnya masih di dalam medium agar
miring, dan hanya sedikit isolat yang telah diliofilisasi untuk penyimpanan
jangka panjang. Di samping itu, karakterisasi secara lengkap, baik morfologi,
fisiologi, biokimia, ketahanan terhadap antibiotik, dan profil genetik
(schizotipe) baru dilakukan pada isolat Rhizobium kedelai. Pada penelitian ini
dilakukan ke-giatan karakterisasi morfologi, fisiologi, biokimia terhadap 16
isolat Rhizobium hasil fusi protoplas intergenerik dan 19 isolat hasil fusi
intraspesies, serta 106 isolat bakteri endofitik dan 5 isolat filosfer.
Sebanyak 106 isolat bakteri endofitik telah diuji kemampuannya dalam
menghasilkan zat pemacu tumbuh auksin dan menambat nitrogen, sedangkan isolat
bakteri filosfer hanya diuji kemampuan-nya dalam menambat nitrogen. Selain itu,
sebanyak 23 isolat mikroba perom-bak bahan organik telah diisolasi dari sumber
kayu lapuk dan jerami. Di antara 23 isolat tersebut, isolat kapang M10 memiliki
aktivitas enzim tertinggi (0,1298 U/ml). Aktivitas selulase untuk enzim CMC-ase
diperoleh 0,129 U/ml, b-glukosi-dase diperoleh 0,0974 U/ml, dan Fp-ase 0,148
U/ml. Kadar
protein untuk masing-masing enzim 0,253 mg/ml untuk CMC-ase; 0,198 untuk
b-glukosidase; dan 0,276 untuk Fp-ase. Enzim yang didapatkan kasar, sehingga
dilakukan pengendapan dengan amonium sulfat dan konsentrasi yang memberikan
aktivitas terbaik ialah 60% untuk CMC-ase dan b-glukosidase, dan 70% untuk
Fpase.
Kata kunci: Koleksi dan karakterisasi, mikroba, penyubur tanah, perombak
bahan organik
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan biodiversitas, terutama keanekaan
hewan, tanaman, dan mikroba. Keanekaan mikroba ternyata jauh lebih luas
daripada keanekaan hewan dan tanaman. Hanya karena kurang adanya paparan yang
cukup mengenai dunia mikroba, kebanyakan para pakar ilmu pengetahuan alam
kurang memberi perhatian atau bahkan tidak menyadari peranan yang luar biasa
dari jasad yang tak kasat mata tersebut terhadap berbagai bidang kehidupan
manusia. Mikroba simbiotik baik berupa bakteri ataupun fungi merupakan
contoh mikroba yang prospektif di bidang pertanian dan kehutanan. Sejumlah
mikroba simbiotik seperti Rhizobium, mikoriza, ganggang hijau biru, bakteri
endofitik diazotrof, dan frankia, dikenal luas peranannya sebagai biofertilizer
yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk sintetik, sehingga sangat
menunjang system pertanian yang berwawasan lingkungan.
Berbagai bakteri penambat nitrogen telah banyak diisolasi dari rhizosfer
dan rhizoplane tanaman non-Leguminosae (Dobereiner, 1992 dalam Kirchhof et al.,
1997). Namun, efisiensi penambatan N2 yang dimiliki rendah dibandingkan
dengan bakteri diazotrof endofit. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan
fotosintat bagi bak-teri rhizosfer maupun rhizoplane yang terbatas. Sebaliknya
pada bakteri diazotrof endofitik, tanaman secara langsung menyediakan fotosintat
sebagai nutrisi bagi pertumbuhan bakteri, dan juga menyediakan lingkungan dengan kadar oksigen
rendah, sehingga memacu ekspresi enzim nitrogenase. Selain itu, bakteri endofit
juga tidak harus berkompetisi dengan mikroba tanah yang lain untuk mendapatkan
eksudat akar untuk kelangsungan hidupnya (Kirchhof et al., 1997; James et al.,
2001). Di samping itu, beberapa jenis bakteri dan juga fungi yang dikenal
sebagai mikroba perombak bahan organik dapat mempercepat proses perombakan
limbah padat pertanian (jerami padi, brankas dan kulit jagung, onggok dan
tandan kosong kelapa sawit) menjadi unsur yang lebih sederhana, sehingga mudah
diserap oleh tanaman. Apabila mikroba perombak bahan organik ini
dikembangbiakkan, maka hasil dekomposisi yang berupa kompos dapat dikembalikan
ke lapang sebagai pupuk organik yang dapat empertahankan status bahan organik
tanah agar tetap tinggi. Mengingat besarnya peran beberapa jenis mikroba
di atas, maka keberada-an mikroba tersebut perlu dikonservasi dalam bentuk
koleksi kultur. Koleksi kultur mikroba memberikan jaminan bahwa mikroba yang
telah dideskripsikan tersim-pan dengan aman dan baik, sehingga tersedia setiap
saat untuk keperluan generasi sekarang dan masa mendatang. Tujuan
penelitian ini ialah untuk (1) konservasi sejumlah mikroba penyubur tanah dan
perobak bahan organik, termasuk bakteri penambat nitrogen udara,
pemacu tumbuh; (2) mengetahui karakter morfologi, fisiologi, dan biokimia
dari sejumlah isolat unggul mikroba penyubur tanah dan perombak bahan organik;
dan (3) mengembangkan sumber plasma nutfah mikroba penyubur tanah dan perom-bak
bahan organik.
BAHAN DAN METODE
Koleksi, Karakterisasi, dan Preservasi Mikroba Penyubur Tanah dan Tanaman
Karakterisasi yang dilakukan meliputi karakterisasi morfologi, fisiologi,
dan biokimia dari isolat mikroba penyubur tanah dan tanaman yang sudah ada di
Laboratorium Mikrobiologi, Kelti Mikrobiologi dan Teknologi Proses (MTP), Balai
Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya genetik Pertanian (Balitbiogen), Bogor.
Isolat yang dikarakterisasi dan dipreservasi termasuk isolat Rhizobium kedelai,
Rhizobium kacang tanah, Rhizobium kacang hijau, Rhizobium sengon, bakteri
pelarut P, bakteri penghasil zat pemacu tumbuh (indole acetic acid, IAA;
Azospirillum), Azotobacter, bakteri endofitik, dan cendawan vesicular
arbuscular mycorrhiza (VAM). Preservasi atau penyimpanan dilakukan untuk jangka
pendek dan jangka panjang.
Penyimpanan jangka pendek dilakukan dalam tabung agar miring, sedangkan
penyimpanan jangka panjang, dengan cara liofilisasi di dalam ampul. Kegiatan
juga dilakukan untuk koleksi, karakterisasi, dan preservasi bakteri endofitik
dari jaringan tanaman padi dan jagung. Mikroba penyubur tanah asal jaringan
batang atau akar tanaman padi dan jagung diisolasi dengan cara sebagai berikut:
mula-mula lapisan luar batang atau akar tanaman padi atau jagung dibuang,
kemudian batang dicuci dengan air mengalir dan dibilas dengan air bebas
ion. Selanjutnya ukuran batang atau akar diperkecil untuk
memudahkan isolasi bakteri ini dengan cara dipotong-potong sebesar 2-3 cm dan
dikeringkan dengan kertas tissue. Setelah itu, dilakukan sterilisasi permukaan
batang atau akar dengan cara sebagai berikut: sebanyak 10 g bagian tanaman
dengan shaker selama 30 me-nit dalam 500 ml Erlenmeyer yang berisi 250 ml air
bebas ion steril. Jaringan tanam-an tersebut selanjutnya dipindahkan ke dalam
gelas piala steril, dicuci dua kali de-ngan akuades steril, dan disterilisasi
permukaannya dengan 0,2% HgCl2 selama 30 detik untuk akar dan selama 60 detik
untuk batang. Kemudian jaringan tanaman dicuci enam kali dengan akuades steril,
dipotong kecil-kecil dan dihancurkan de-ngan blender hingga homogen. Setelah
itu, dibuat pengenceran serial dan disebar pada medium tumbuhnya atau
dalam tabung yang mengandung medium JNFb (Baldani et al., 1992). Medium ini
merupakan medium malat semi padat, dengan pH 5,8. Isolat mikroba endofitik yang
diperoleh dikarakterisasi ciri-ciri morfologi, fisiologi, dan biokimianya.
Selanjutnya, isolat unggul yang diperoleh disimpan se-cara liofilisasi di dalam
ampul.
Koleksi,
Karakterisasi, dan Preservasi Mikroba Perombak Bahan Organik
Sampel berupa kayu lapuk,
sampah, dan tanah diambil dari daerah Bogor. Masing-masing sampel sebanyak 10 g
disuspensikan ke dalam 90 ml medium mineral (KH2PO4 1 g/l, NaCl 1 g/l, MgSO4
7H2O 2,4 g/l, CaCl2 0,1 g/l), yang ditambah dengan 10% substrat berupa serbuk
gergaji yang telah diperlakukan dengan NaOH (pH 7,5). Suspensi tersebut
digoyang dengan shaker yang berkecepatan 100 rpm pada suhu ruang selama 3 hari.
Selanjutnya, 10 ml suspensi diambil dan dimasuk-kan ke dalam 90 ml medium
mineral yang telah ditambah substrat serbuk gergaji dan digoyang dengan shaker
lagi. Setelah itu, 10 ml suspensi yang baru dimasuk-kan ke dalam 90 ml medium
mineral, ditambah substrat serbuk gergaji dan kem-bali digoyang.
Kemudian 0,1 ml suspensi hasil biakan disebar pada cawan petri berisi medium Luria
Agar dan Carboxy Methyl Cellulose. Selanjutnya, dilakukan pengujian isolat
unggul perombak bahan organik yang diperoleh berdasarkan (a) aktivitas selulase
dan kadar enzim, (b) karakter enzim yang diproduksi, dan (c) pH optimum untuk
pertumbuhannya.
Analisis Aktivitas Selulase dan Kadar Protein
Enzim selulase
diperoleh dengan cara pembuatan starter dengan mengambil satu tabung isolat
jamur selulolitik M10, lalu ditambahkan 2 ml NaCl 0,85%, dikerok, dan
dimasukkan ke dalam 150 ml media produksi Mandels (14% (NH4)2SO4, 20% KH2PO4,
3% MgSO4.7H2O, 3% urea, 30% CaCl2, .0,5% FeSO4, 1,6% MnSO4, 1,4% ZnSO4, dan 2%
CoCl2) dengan substrat serbuk gergaji. Inkubasi dilakukan pada su-hu kamar
selama 5 x 24 jam dengan digoyang pada shaker berkecepatan 150 rpm. Enzim
selulase kasar skala labu Erlemeyer dipanen dari biakan dengan cara
men-sentrifus dengan kecepatan 10.000 g pada suhu 4oC selama 15 menit, dan
super-natannya diambil. Aktivitas selulase diukur berdasarkan metode Mandel
yang dimodifikasi sebagai berikut: 1 ml filtrat enzim, 1 ml bufer sitrat pH 4,8
, 1% substrat (CMC untuk aktivitas endoglukanase, Avisel untuk aktivitas
aviselase, selobiohidrolase untuk aktivitas b-glukosidase, dan kertas saring
Whatman No. 1 untuk aktivitas filter paperase). Prainkubasi campuran filtrat
enzim, bufer sitrat, dan substrat dilakukan dalam tabung berisi air di atas
penangas api selama 5 menit, lalu masing-masing campuran divorteks. Inkubasi
pada pengujian aktivitas endoglukanase (CMC-ase) dan b-glukosidase dilakukan
selama 30 menit pada suhu 45oC, sedangkan pada pengujian aktivitas Fp-ase dan
aviselase selama 1 jam pada suhu 60oC. Setelah itu, dilakukan penambahan 3 ml
larutan DNS (Dinitro Salicylic Acid), divorteks, dan di-masukkan ke dalam air
mendidih selama 15 menit. Kontrol disiapkan dengan me-nambahkan 1 ml filtrat
enzim setelah penambahan 3 ml DNS, sedangkan blangko berisi campuran 2 ml
akuades, 1 ml bufer, dan 3 ml DNS. Selanjutnya dilakukan pembacaan absorbansi
pada panjang gelombang 540 nm. Satu unit aktivitas enzim ialah banyaknya enzim
yang dapat memproduksi 1 mikromol glukosa dalam 1 menit pada kondisi pengukuran
enzim.
Larutan standar glukosa pada selang konsentrasi 0,02- ,5 mg/ml dalam buffer digunakan untuk membuat kurva standar gula. Sebanyak 1 ml larutan gula standar, 1 ml bufer, dan 1 ml substrat direaksikan dengan 3 ml DNS, kemudian dipanaskan dalam air mendidih selama 15 menit dan didinginkan hingga siap diukur absorbansinya dengan spektrofotometer menggunakan pamnang gelombang 540 nm. Kadar protein ditentukan berdasarkan metode Bradford (1976) dengan
pengikatan zat warna CBB. Pada 0,2 ml filtrat ditambahkan 5 ml pereaksi
Bradford, lalu dikocok dan diinkubasi pada suhu ruang selama satu jam.
Absorbansi filtrate diukur pada panjang gelombang 55 nm. Standar protein yang
digunakan adalah Bovine Serum Albumin (BSA) dengan konsentrasi 300-700 mikro
BSA/ml akuades.
Karakterisasi Enzim
Karakterisasi enzim dilakukan melalui (1) pengendapan menggunakan amonium sulfat, (2) penentuan pH suhu optimum, penentuan pH, dan stabilitas. Pengendapan protein dengan amonium sulfat. Proses ini dilakukan berdasarkan metode Scope (1982). Pada 20 ml filtrat enzim ditambahkan larutan je-nuh amonium sulfat setetes demi setetes sambil diaduk dengan pengaduk mag-netik. Suhu campuran dipertahankan 4oC dengan menambahkan es batu pada ba-gian luar wadah.
Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan sentrifus pada ke-cepatan 10.000 g
pada suhu 4oC selama 15 menit. Endapan enzim dilarutkan de-ngan 20 ml bufer
sitrat 0,05 M, pH 4,8. Selanjutnya perolehan kadar protein dan aktivitas
selulase diukur kembali. Penentuan pH optimum filtrat yang memberikan
aktivitas maksimal dilakukan dengan menguji aktivitas selulase pada pH 4,5;
4,8; 5,5; dan 5,7, sedangkan penentuan suhu optimum dilakukan dengan menguji
aktivitas selulase pada suhu 37, 45, 50, 55, dan 60oC. Penentuan pH dan
suhu stabilitas. Pengaruh pH terhadap stabilitas enzim dianalisis dengan
menginkubasi enzim di dalam bufer dengan pH 4,5; 4,8; 5,0; dan 5,5 pada suhu
45oC. Pengambilan contoh enzim dilakukan selama rentang waktu inkubasi 5 jam
dengan interval waktu satu jam. Setelah masa inkubasi berakhir, aktivitas enzim
dan kadar protein diukur pada kondisi pH dan suhu optimum.
Termostabilitas enzim diuji dengan melakukan inkubasi enzim pada suhu (37, 45, dan 50oC). Pengambilan contoh dilakukan juga dilakukan selama rentang waktu inkubasi 5 jam dengan interval waktu satu jam. Setelah masa inkubasi berakhir, aktivitas enzim dan kadar protein diukur pada kondisi pH dan suhu optimum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Koleksi, Karakterisasi, dan Preservasi Isolat Mikroba Penyubur Tanah dan
Tanaman
Koleksi isolat mikroba penyubur tanah yang dimiliki Balitbiogen pada
umumnya masih disimpan dalam bentuk penyimpanan jangka pendek di dalam tabung
medium agar miring. Sebagian isolat telah disimpan secara liofilisasi di dalam
ampul. Isolat cendawan VAM dilakukan di dalam medium tanah steril. Koleksi
isolate mikroba penyubur tanah yang dimiliki Balitbiogen hingga tahun 2002
berjumlah 274 isolat (Tabel 1). Dari jumlah tersebut, baru isolat Rhizobium
kedelai yang telah dikarakterisasi secara lengkap. Karakter morfologi koloni
Rhizobium hasil fusi protoplas, baik secara intergenerik maupun intraspesies,
tidak mengalami perubahan dari karakter morfologi tetuanya, yaitu berbentuk
bulat, cembung, tepian rata, berwarna merak jambu (pink), dan berlendir.
Berdasarkan uji keefektifan menambat N2 udara dari isolat hasil fusi proto-plas
intergenerik, empat isolat sangat efektif menambat N2, yaitu INTER-7, INTER-9,
INTER-10, dan INTER-13 (Tabel 2). Dari hasil fusi protoplas intraspesies
didapatkan 5 isolat yang sangat efektif menambat N2, yaitu INTRA-4, INTRA-8,
INTRA-10, INTRA-15, dan INTRA-23. Isolat INTRA-8 memiliki nilai keefektifan
simbiose dan kapasitas simbiose tertinggi dari kelima isolat lainnya. Isolat
ini telah digunakan dalam penelitian selanjutnya sebagai sumber inokulan untuk
benih matri-conditioning. Di samping karakterisasi berdasarkan aktvitas
enzim, isolat bakteri diazotrof endofitik dan filosfer juga dikarakterisasi
kemampuannya memproduksi senyawa pemacu tumbuh IAA dan ARA. Sebanyak 106 isolat
mikroba endofit telah diuji kemampuannya menghasilkan auksin (IAA dan ARA)
secara kolorimetri, menggunakan spektrofotometer, dan kemampuan menambat
nitrogen udara, menggunakan kromatografi gas. Pada Tabel 3 disajikan 60 isolat
mikroba endofit yang memilikii potensi menghasilkan senyawa pemacu tumbuh, IAA
atau ARA yang cukup tinggi, sedangkan 46 isolat lainnya memiliki potensi yang
rendah atau tidak menghasilkan sama sekali.
Berdasarkan hasil seleksi lanjut, telah dipilih lima isolat unggul bakteri
endofitik pada tanaman padi, yaitu isolat BCr 1.2, BCr 2.1, BCr 2.3, BCbd 1.3,
dan APK 2.4, sebagai sumber inokulan tanaman padi. Dua isolat unggul bakteri
endofitik pa-da tanaman jagung, yaitu JCbd 2.1 dan JLk-CN 2.5, juga dipilih
sebagai sumber inokulan tanaman jagung. Pada saat ini, Balitbiogen hanya memiliki
lima isolat mikroba filosfer asal tanaman padi, jagung, dan kedelai yang
disimpan di kultur koleksi.
Koleksi, Karakterisasi, dan Preservasi Isolat Mikroba Perombak Bahan
Organik
Pada tahun 2002,
koleksi dan isolasi mikroba perombak bahan organic memperoleh 23 isolat yang
terdiri atas 13 isolat bakteri dan 10 isolat kapang. Isolatisolat tersebut 19
isolat di antaranya iisolasi dari kayu lapuk, sedangkan empat isolate diisolasi
dari jerami. Pertumbuhan dan kemampuan bakteri merombak ba-han organik ditandai
dengan terbentuknya zona bening pada medium CMC, media spesifik yang digunakan
untuk mengukur kemampuan selulolitik mikroba. Zona bening yang timbul
menunjukkan terjadinya hidrolisis bahan organik dalam substrat yang diakibatkan
oleh enzim selulase dari mikroba. Kemampuan selulolitik juga diukur secara
kuantitatif dari aktivitas enzim selulase U/ml). Pada Tabel 4 di-sajikan 14
dari 23 isolat hasil koleksi mikroba perombak bahan organik yang me-miliki
aktivitas enzim relatif tinggi, berkisar antara 0,640 U/ml pada isolat bakteri
5.6.1.1 hingga 0,1298 U/ml pada isolat kapang M10.
Kemampuan mikroba memproduksi enzim selulosa menjadikannya mampu menghidrolisis selulosa yang terdapat pada substratnya menjadi glukosa atau gulagula lain yang larut dan dapat dijadikan sumber karbon bagi pertumbuhannya. Beberapa jenis kapang mampu menghidrolisis kompleks enzim selulase (Gong dan Tsao, 1979). Filtrat enzim selulase yang diperoleh dari proses ekstraksi berupa enzim ka-sar (crude), sehingga masih perlu dimurnikan lebih lanjut dengan cara pengendap-an menggunakan garam netral jenuh yang bersifat mudah larut, tidak toksik, dan dapat menstabilkan enzim seperti amonium sulfat. Pengendapan enzim ini dilaku-kan dengan larutan amonium sulfat dalam akuades dengan konsentrasi 30-90%.
Pengendapan protein dengan amonium sulfat bertujuan untuk memurnikan protein dari kontaminan senyawa lain seperti karbohidrat dan lemak. Aktivitas enzim CMCase mempunyai nilai tertinggi ketika pengendapan enzim dilakukan dengan suspense amonium sulfat 60% (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa penam-bahan amonium sulfat pada konsentrasi 60% sudah jenuh dan tidak dapat larut lagi. Pada kondisi ini diharapkan enzim selulase yang terdapat di dalam filtrat telah mengendap seluruhnya. Gambar 2 menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas enzim cenderung seja-lan dengan peningkatan suhu reaksi. Aktivitas CMC-ase dan b-glukosidase menca-pai puncaknya pada suhu 55oC, sedangkan aktivitas Fp-ase mencapai puncaknya pada suhu 60oC. Pengaruh suhu pada aktivitas enzim secara umum ditunjukkan melalui mekanisme komplek yang melibatkan fenomena berlawanan dari stimulasi dan inaktivasi. Aktivitas mula-mula akan meningkat dengan makin tingginya su-hu, namun pada suatu titik tertentu akan terjadi inaktivasi enzim yang akan ditandai dengan menurunnya aktivitas enzim. Pengaruh suhu sesungguhnya agak kom-pleks, yaitu suhu yang terlalu tinggi dapat mempercepat pemecahan atau perusak-an enzim, sebaliknya semakin tinggi suhu semakin aktif enzim tersebut. Oleh kare-na itu, ada dugaan bahwa CMC-ase dan b-glukosidase inaktivasi setelah suhu 50oC dan di atas 60oC untuk Fp-ase. Menurut Mandel et al. (1976) suhu optimum bagi kerja enzim selulase umumnya berkisar antara 50-60oC dan menurut Sen et al. (1982) enzim CMCase mempunyai suhu optimum pada 40-55oC. Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim selulase menunjukkan bahwa nilai pH yang menghasilkan aktivitas optimum terjadi pada pH 5,5 untuk CMC-ase dan b-glukosidase, sedangkan untuk Fp-ase pada pH 6 (Gambar 3). Aktivitas selulase yang tinggi pada isolat kapang M10 sesuai dengan pernyataan Kulp (1975), bahwa pH optimum untuk aktivitas selulase kapang berkisar antara 4,5-6,5. Pada umum-nya enzim hanya aktif pada kisaran pH yang terbatas. Nilai pH optimum suatu enzim ditandai dengan menurunnya aktivitas pada kedua sisi lainnya dari kurva yang disebabkan oleh turunnya afinitas atau stabilitas enzim. Pengaruh pH pada aktivitas enzim disebabkan oleh terjadinya perubahan tingkat ionisasi pada enzim atau substrat sebagai akibat perubahan pH (Irawadi, 1991).
1. Enzim dari kapang M10 stabil jika dipanaskan pada suhu 55oC selama 30 menit untuk enzim CMC-ase dan b-glukosidase, sedangkan untuk Fp-ase stabil pada suhu 60oC selama 10 menit (Gambar 4). Kulp (1975) menyatakan bahwa enzim selulase cenderung tahan pemanasan. Misalnya, enzim selulase dari Myrothecium verrucaria masih menunjukkan aktivitas 20% setelah dipanaskan pada suhu 80oC selama 10 menit. Hasil evaluasi stabilitas enzim terhadap pengaruh pH menunjukkan bahwa reaksi enzim CMC-ase dan b-glukosidase stabil pada pH 5.5 dengan masa inkubasi 60 menit, sedangkan Fp-ase stabil pada pH 6.0 selama 90 menit (Gambar 5).
Pada tahun 2002 telah diperoleh koleksi mikroba penyubur tanah sebanyak 274
isolat yang terdiri atas Rhizobium, Azozpirillum, Azotobacter, Micrococcus,
Bacillus sp., Aspergillus niger, endawan VAM, bakteri filosfer, dan bakteri
endofit.
2. Karakterisasi isolat Rhizobium hasil fusi intraspesies dan intergenerik menunjukkan bahwa morfologi koloni bakterinya tidak berubah dari morfologi koloni tetuanya, yaitu berbentuk bulat, cembung, tepi rata, berwarna pink, dan berlendir.
3. Empat isolat Rhizobium hasil fusi protoplas intergenerik (INTER-7, INTER-9, INTER-10, dan INTER-13) serta 5 isolat hasil fusi protoplas intraspesies (INTRA-4, INTRA-8, INTRA-10, INTRA-15, dan INTRA-23) sangat efektif menambat N2..Keefektifan dan kapasitas simbiotik tertinggi dimiliki oleh isolat INTRA-8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar